Pengasuh Anakku Mantan Gerwani

oleh
Sumarti, eks Gerwani.

Loading

Sumarti, eks Gerwani.
Sumarti, eks Gerwani.

MEDIAMANADO.COM – GERWANI (Gerakan Wanita Indonesia) yang merupakan salah satu organisasi yang berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI), acap tak terlepas dari “rekaman” gelap perjalanan negeri ini. Apalagi kalau bukan karena Gerakan 30 September (G30S) 1965.

Gerwani salah satu unsur yang dianggap turut melakukan kejahatan dalam berbagai kisah tentang penculikan, penyiksaan dan pembunuhan para jenderal. Para mantan anggotanya pun yang masih hidup hingga kini, takkan pernah lepas dari cap negatif itu hingga ajal menjelang.

Bicara tentang Gerwani, baru belakangan diketahui bahwa pengasuh atau katakanlah baby sitter anak penulis yang baru berusia lima bulan Fran Rajendra L. Wirajani, merupakan mantan anggota “Srikandi Merah” itu.

Sumarti namanya. Usianya kini sudah menginjak kepala enam. Keluarga penulis mempercayainya sudah sejak lama, sebagai pengasuh yang terampil mengurus anak dan bayi di lingkungan tempat tinggal penulis di Bekasi Utara.

Dalam sebuah kesempatan belum lama ini, penulis pun ingin tahu dan mengorek latar belakang Sumarti yang pada era 1960-an, pernah ikut Gerwani di Jawa Tengah. Tepatnya di sekitar daerah Gubug.

Saat ditanya soal tahun 1965, Sumarti nampak nothing to lose menceritakan semuanya. Sumarti mengaku sudah gabung dengan Gerwani “cabang” Semarang sejak awal 1960an.

3-10-1-a

“Dulu itu di daerah Gubug dan Semarang, banyak orang-orang PKI yang menghasut, merayu perempuan-perempuan kampung untuk ikut Gerwani. Termasuk saya,” aku Sumarti kepada wartawan.

“Dirayu kalau ikut Gerwani, nanti bisa makan enak. Bisa tidur di rumah-rumah ‘gedong’ (hotel). Ikut Gerwani sama yang lain, saya sering diikutkan acara-acara. Mengisi acara dengan tarian, nyanyian (lagu) Genjer-Genjer atau Nasakom Bersatu,” tambahnya.

Sumarti juga melanjutkan bahwa dia tak tahu apapun tentang politik, kendati ayahnya jadi salah satu tokoh lokal Partai Nasional Indonesia (PNI) di Gubug. Bisa ikut-ikutan Gerwani pun, Sumarti yang waktu itu sekira berusia 16 tahun, hanya karena masalah perut. Tak paham soal politik yang kemudian berujung pada kemelut.

“Dulu diajak ikut itu (Gerwani) ya cuma karena itu. Enggak ngerti sama sekali soal politik komunis itu kayak apa. Kalau diajak ke acara-acara gitu, biasanya malam dan bapak saya dulu enggak tahu. Saya cuma bilang kalau mau ngaji, padahal ikut acara,” sambung Sumarti.

Ketika di Jakarta terjadi tragedi G30S/PKI, Sumarti di kampungnya tak tahu kabar itu karena tak punya radio untuk dengar berita. Hanya dari beberapa tetangganya dia tahu bahwa Menteri/Panglima Angkatan Darat (Menpangad) Letjen Achmad Jani (baca: Ahmad Yani) dan para bawahannya diculik dan dibunuh.

Ekses dari peristiwa itu, para kader dan simpatisan PKI pun ditunjuk jadi kambing hitam. Berbagai daerah terjadi “pembersihan” terhadap PKI dan para anggota Gerwani. Termasuk Sumarti.

“Habis 1965 itu, saya sama yang lain ikut ditangkapi. Sempat dipenjara empat bulan di Purwodadi,” sebutnya lagi.

Tapi beruntung. Sumarti bisa dibebaskan setelah sempat mendekam empat bulan. Karena masih termasuk di bawah umur, Sumarti bisa bebas karena peran ayahnya yang merupakan salah satu tokoh yang dituakan di PNI.

“Adik saya yang ngabari bapak, kalau saya ditangkap dan dipenjara di Purwodadi. Bapak yang lepasin saya. Saya juga dulu KTP saja belum punya,” imbuh Sumarti.

“Kalau waktu itu sudah punya KTP dan kartu anggota (Gerwani), bisa lain ceritanya. Seperti teman-teman yang lain. Mereka dibawa ke Nusa Kambangan, setelah itu enggak pernah ketemu lagi,” terangnya.

Pascadilepas, Sumarti kembali menjalani hidup seperti sedia kala. Pelajaran agama diteruskannya di sebuah pesantren dekat rumahnya. Sampai akhirnya merantau ke Ibu Kota.

Mantan Gerwani ini bahkan pernah jadi pemeran figuran di beberapa sinetron dan figuran dan hingga kini, tetap jadi pengasuh beberapa bayi secara “freelance”. Termasuk mengasuh Fran Wirajani, buah hati penulis dengan Samitha Farausi, di mana dia tetap kami percayai demi bisa berdamai dengan masa lalu nan kelam bangsa ini.

EDITOR : INYO R.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *