MANADO, Mediamanado.com – Pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD) Pengumpulan Data dan Analisis Data Ketanagakerjaan Vokasi di Sulut dengan Pendekatan (STEEPV) yang diselenggarakan oleh Politeknik Negeri Manado (Polimdo), pada Kamis (18/01/2024) dari dimensi/sudut pandang ekonomi ternyata mampu mengidentifikasi sebuah masalah yang cukup mencengangkan.
Hal ini terungkap setelah terjadi pembahasan dari para narasumber yang hadir, dimana Syaloom H. D. Korompis SP, M.Sc, selaku
Kadis Penanaman Modal dan PTSP SULUT menguraikan persoalan sertifikasi dari para pelaku usaha.
“Dalam perizinan pelaku usaha yang harus dikeluarkan oleh Pemerintah ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, dan salah satu kelengkapan berkas yang sering menjadi penghambat untuk keluar izin yakni sertifikasi kompetensi untuk bidang usaha”, jelas Korompis.
Lebih lanjut Korompis mengungkapkan kendala sertifikat para pelaku usaha sehingga permohonan izin usahanya masih belum bisa diproses.
“Misalnya untuk pelaku usaha restoran siap saji kategori di bawah 50 kursi harus punya tenaga ahli yang punya sertifikat penjamah pangan, jadi yang bersangkutan harus koordinasi dengan Balai POM untuk mengadakan pelatihan untuk memperoleh sertifikat, kami belum jelas apakah ini masuk dalam pendidikan vokasi atau tidak? Kami Pemerintah berharap saja untuk pelatihan kalau bisa di ambil alih saja dari pendidikan vokasi kami pemerintah bermitra saja supaya sertifikat di Sulut modelnya sama”, seru Korompis.
Menanggapi hal tersebut Prof. Dr. Bet Lagarence, MMTour, menyebut bahwa untuk sertifikasi kompetensi tersebut diterbitkan oleh pihak LSP (Lembaga Sertifikasi Profesi) yang bernaung di bawah BNSP (Badan Nasional Sertifikasi Profesi).
“Kalau kita bicara sertifikat itu berarti pelatihan bukan sertifikasi kompetensi itu berbeda, kalau sertifikat pelatihan itu formatnya disesuaikan dengan yang melaksanakan pelatihan, tapi kalo kita bicara Sertifikat Kompetensi itu sama dari BNSP ada logo Garuda Emas dan sebagainya, sertifikasi kompetensi ini hanya bisa dilakukan oleh LSP”, ucap Dirut LSP Bunaken ini.
Lagarance pun menyebut bahwa banyak LSP di Indonesia, tinggal tergantung yang bersangkutan menginginkan keahlian bidang apa.
“Sertifikat Kompetensi ini punya tax money, nantinya lewat LSP penyelenggara akan melakukan pelatihan dan selanjutnya ada test untuk melihat apakah peserta ini berkompeten atau tidak”, ungkap Lagarence.
Sementara itu lewat Koordinator Humas Polimdo, Stevie Kaligis, SE, MM, Ak, CA, menyampaikan, bahwa dengan diskusi ini terkuak bahwa di daerah kita ini masih kurangnya LSP untuk menunjang penyerapan tenaga kerja.
“Tadi ada identifikasi masalah dengan sertifikasi kompetensi, dan disini dapat kita lihat kita masih kekurangan LSP, kita perlu tenaga ahli yang berkompeten untuk menguji para lulusan ini apakah dia benar-benar berkompeten, tapi tentunya kita masih berproses sehingga kedepan nantinya para lulusan kita bisa terserap sebagai tenaga kerja di daerah sendiri”, pungkas Kaligis.
Hadir sebagai narasumber pada sesi ini yakni Syaloom H. D. Korompis SP, M.Sc, selaku
Kadis Penanaman Modal dan PTSP SULUT, Joy Tulung, SE, MSc, PhD selaku Dosen Fakultas Ekonomi Unsrat Manado, dan Prof. Dr. Bet Lagarence, MMTour, selaku Dirut LSP Bunaken.
(YB)