MEDIAMANADO.COM – BENANG merah dalam hari yang bersejarah ini adalah berakhirnya pertempuran-pertempuran sengit di sejumlah negara. Tercatat pada 4 Oktober 1363, pertempuran armada laut terbesar berakhir di Danau Poyang, China.
Lalu pada 1636, perang antara Swedia dan Kerajaan Saxon di Wittstock, Jerman juga berakhir setelah 30 tahun. Demikian juga pertempuran Masaglia yang berlangsung selama sembilan tahun di Italia tutup buku.
Akhir dari Pertempuran Danau Poyang (1363)
Dimulai pada 30 Agustus 1363, dua dari tiga kepemimpinan terbesar di China (Ming, Han dan Wu) pada masa itu bertemu dalam satu medan tempur. Mereka adalah Komandan Dinasti Han, Chen Youliang dan Komandan Dinasti Ming, Zhu Yuangzhang.
Keduanya menyadari bahwa kekuasaan Mongol di China semakin melemah. Mengambil kesempatan itu, keduanya bertarung di Danau Poyang, Provinsi Jianxi untuk menentukan pihak yang lebih berhak menguasai daratan terluas di Asia tersebut.
Melansir History Channel, Selasa (4/10/2016), pertempuran ini dimenangkan oleh Dinasti Ming. Ukuran kapal mereka yang lebih kecil menguntungkan pergerakan mereka di danau yang arinya sedang surut tersebut. Akibatnya, banyak benteng pertahanan Han kandas di gundukan pasir.
Pada 4 Oktober tahun itu, Komandan Dinasti Han, Youliang terpanah tepat di kepalanya dan tewas seketika. Tanpa pemimpinnya, pasukan Han bagai anak ayam kehilangan induk. Mereka pun dengan mudah dikalahkan.
Lima tahun kemudian, Dinasti Yuan (Mongol) mengalami kejatuhan dan Yuangzhang dipilih sebagai Kaisar pertama Dinasti Ming, salah satu dinasti terbesar dalam sejarah China.
Akhir dari Pertempuran Wittstock (1636)
Wittstock terletak di Distrik Ostprignitz Ruppin di barat laut Bradenburg, negara bagian Jerman. Kota yang berjarak 95 kilometer dari Berlin ini pernah menjadi medan perang selama 30 tahun, yakni 1618-1648.
Sejarah mencatat, salah satu pertempuran yang tak terlupakan pada periode tersebut berlangsung pada 4 Oktober 1636. Pasukan sekutu Swedia yang dikomandoi Johan Baner dan Alexander Leslie berhasil mengalahkan pasukan gabungan Imperial-Saxon yang dipimpin oleh Count Melchior von Hatzfelda dan Saxon Elector John George I.
Disitat dari History Bytez, pertempuran terjadi karena Holy Roman Empire bersekutu dengan Saxon dan Katolik Roma untuk menguasai kawasan utara Jerman. Caranya dengan mengalahkan Swedia dan sekutu mereka, para pangeran Protestan yang berjuang melawan hegemoni Habsburg (kekaisaran monarki di Jerman).
Singkat cerita, Kekaisaran Habsburg dan Saxon memiliki kekuatan militer lebih besar dari tentara Swedia. Bisa dikatakan perbandingannya adalah 1:3. Meskipun kalah jumlah, kualitas artileri Swedia nyatanya lebih unggul. Bermodalkan hal tersebut, Swedia berhasil memaksa pasukan Imperial-Saxon mundur ke atas Bukit Scharfenberg dan mengambil posisi bertahan.
Kedudukan ini membuat pasukan Imperial-Saxon terjepit dan gagal mengatur formasi lain yang menguntungkan. Alhasil, kemenangan diraih oleh pasukan Baner dan Leslie.
Akhir dari Pertempuran Marsaglia (1693)
Satu pertempuran lagi yang terlalu sayang untuk dilewatkan ialah pertempuran sembilan tahun di Marsaglia, Italia pada 4 Oktober 1963. Dalam hal ini, lagi-lagi jumlah tidak menjadi jaminan untuk memperoleh kemenangan.
Terletak di dekat Turin, Marsaglia menjadi saksi bisu duel antara Prancis dan Koalisi Eropa (Grand Alliance) yang terdiri dari Austria, Bavaria, Bradenburg, Republik Belanda, Inggris, Holy Roman Empire, Irlandia, Rhine, Portugal, Savoy, Saxony, Skotlandia, Spanyol dan Swedia.
Dipimpin Duke Victor Amadeus II dari Savoy, Grand Alliance menggempur Prancis yang diketuai oleh Marshal Nicolas Catinat, dengan kekuatan penuh. Akan tetapi, resimen Prancis yang lebih cekatan berhasil membalikkan kedudukan di menit-menit akhir.
Mengutip Broom02.revolvy, Pasukan Grand Alliance di Marsaglia yang disebut Piedmontese itu akhirnya kalah taktik dari seorang marshal muda Prancis. Sedikitnya 10 ribu pasukan koalisi Eropa terbunuh, terluka dan dipenjarakan. Sementara Prancis hanya menelan kekalahan atas 1.800 orang.
EDITOR : INYO RORIMPANDEY.