MA menerima keputusan PK berulang kali

oleh

Loading

MA menghormati keputusan MK mengizikan Peninjauan Kembali diajukan berulang kali dengan catatan harus ada bukti baru yang sangat kuat. Kepala Biro Humas dan Humas Mahkamah Agung Ridwan Mansyur mengatakan masyarakat harus paham kaidah dari PK.

“Harus diberikan pemahaman pembelajaran kepada masyarakat bahwa PK itu adalah upaya hukum yang sangat luar biasa. Bukan pengadilan keempat,” kata Ridwan kepada wartawan BBC Indonesia Nuraki Azis.

Mahkamah Konstitusi (MK) lewat situsnya menyatakan keadilan tidak dibatasi oleh waktu atau hanya satu kali pengajuan Peninjauan Kembali (PK). Sebab, mungkin saja ada keadaan baru atau novum yang ditemukan setelah PK diajukan sebelumnya.

Keputusan MK ini dikeluarkan dalam kaitannya dengan kasus pembunuhan Direktur Utama PT Rajawali Putra Banjaran, Nasrudin Zulkarnanen oleh mantan ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) KlikAntasari Azhar. Antasari merasa dirugikan dengan Pasal 268 ayat (3) KUHAP karena tidak lagi memiliki kesempatan mengajukan PK.

Keputusan MK kembali menimbulkan pertanyaan tentang kemampuan lembaga peradilan menangani perkara mengingat sekarang saja sudah kewalahan menanganinya.

“Kalau kita lihat dari materi-materi yang diajukan banyak sekali yang hanya memperpanjang waktu. Siapa yang mampu bayar lawyer, akhirnya diajukan PK. Akhirnya sekarang hampir semua perkara korupsi mengajukan PK, ” kata Kahumas MA Ridwan Mansyur.

Ridwan menambahkan MA akan mengeluarkan peraturan turunan keputusan MK tersebut. Ahli hukum pidana dari Universitas Gajah Mada Eddy Hiariej memandang keadaan ini terkait dengan kebiasaan MA menerima PK dari penuntut umum.

“Ini semua tidak terlepas dari praktek-praktek buruk di MA selama ini yang menerima PK dari penuntut umum, padahal sudah jelas PK itu adalah haknya terdakwa.”

Eddy sependapat PK seharusnya hanya bisa diajukan satu kali kecuali karena keadaan khusus, dan jika diajukan berkali-kali akan menimbulkan masalah ketidakpastian hukum.

Keputusan MK ini diumumkan ketua lembaga tersebut Hamdan Zoelva pada hari Kamis, 6 Maret 2014 dengan alasan pasal KUHAP tersebut dipandang bertentangan dengan Undang Undang Dasar 1945.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *