JATENG, Media Manado.com – Gaung musik tradisi seminggu terakhir di Kota Malang, secara khusus di Universitas Negeri Malang, menjadi santapan yang lezat bagi pencinta musik. Hal ini sangat menarik minat para mahasiswa Universitas Negeri Malang, dan pemerhati seni musik tradisi di Malang.
Tak kurang dari empat hari, yakni sejak Senin 2 – 5 September 2024, Lokovasia dilaksanakan di Kompleks Fakultas Sastra Universitas itu.
Dalam konsep Lokovasia, kegiatan yang dilaksanakan di Fakultas Sastra membahas karya seni tradisi yang dipresentasikan oleh semua peserta terpilih, termasuk membedah dengan berdiskusi seputar penciptaan karya mereka dan paparan filosofisnya.
Memasuki hari berikutnya, yakni pada hari Jumat & Sabtu, 6 – 7 September 2024, kegiatan Lokovasia bergerak (berpindah) ke Universitas Brawijaya Malang tepatnya di Hall UBTV, untuk ekshibisi pertunjukkan seni semua peserta. Bunyi musik tradisi dari para penampil membuat riuh ruangan, karena penampilan yang memukau.
Sejak penampilan hari pertama, ekshibisi berlangsung meriah dan sangat ramai, karena dikunjungi bukan hanya oleh mahasiswa Universitas Negeri Malang tapi juga Universitas Brawijaya dan Universitas Islam Negeri Malang, bahkan masyarakat sekitar kota Malang.
Sabtu 7 September 2024, tak kalah menarik, karena dalam ekshibisi telah ditampilkan setidaknya enam Grup Musik/Komposer yakni: Grup Musik Tempang Tigo Bengkulu, Sanggar Parikesit Sukoharjo, Bandoengmooi Musik Bandung, Uwun Kloda Sikka Maumere-NTT, Komposer Muda Totti Wahyu Bathara, Puspa Karima Sumedang, dan Komunitas Munsing Banyuwangi.
Tentu saja proses kreatif seniman musik tradisi di seluruh Indonesia, secara khusus yang terpilih, benar-benar disajikan dengan apik oleh masing-masing grup. Harga sebuah seni terbalut dalam karya yang ditampilkan, benar-benar menjadi sajian menarik.
Namun demikian, sebagaiman uraian Peneliti Musik terpilih Lokovasia 2024, Ambrosius M. Loho, bahwa tujuan utama Lokovasia sebetulnya ingin mempertegas upaya untuk memperkuat ekosistem musik tradisi. Hal ini penting karena Lokovasia serentak menjadi sarana untuk merepresentasikan musik tradisi Indonesia.
Ketua Program Lokovasia 2024, Setyawan Jayantoro, S.Sn., M.Sn., mengatakan, Lokovasia tahun ini, harus diakui mengalami peningkatan. Bahkan ada warna baru dalam pertunjukan karya yang disajikan oleh para ‘performer’. Di sisi yang sama, konsep baru yang dibawah adalah model luaran dari kegiatan ini yakni akan mengarah pada penerbitan buku Lokovasia dan riset yang berkelanjutan terkait konservasi dan inovasi musik tradisi.
Namun demikian, sebagaimana paparan para mentor handal yakni: Etnomusikolog Dieter Mach (Jerman), Komposee Otto Sidharta (Indonesia), Komposer sekaligus musisi Dewa Alit (Indonesia-Bali), menyatakan bahwa semua ini adalah kesempatan besar para seniman/musisi pun peneliti musik, untuk membangun sebuah ekosistem musik tradisi yang berkelanjutan.
Dalam perspektif literasi musik tradisi, konsep riset yang berkelanjutan, adalah impian besar semua kalangan. Hal itu dibarengi dengan sebuah harapan besar bahwa di Indonesia perlu dibangun sebuah galeri virtual, sekelas laboratorium konservasi, yang berisi profil karya seni tradisi, termasuk riset-riset musik tradisi.
Pendek kata, harapan ini menjadi sebuah impian yang sudah seharusnya tidak boleh ditunda demi pengetahuan dan pemahaman, termasuk ketersediaan pustaka terkait musik tradisi Indonesia.
Akhirnya selamat kepada semua seniman musisi tradisi, kendati kita tidak bisa mengkultuskan tradisi tapi juga musik tradisi tetap perlu inovasi, karena inovasi pasti akan mengabdi kepada keberlanjutan serta proses pewarisan musik tradisi itu. (*)