MINUT, Mediamanado – Maraknya aksi oknum mengatasnamakan wartawan pos liputan di Kabupaten Minahasa Utara, coreng citra wartawan yang tergabung dalam Forum Jurnalis Biro (FORJUBIR) Minut.
Berdasarkan laporan dari sejumlah kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dalam melakukan aksinya, oknum wartawan gadungan tersebut selain mengintimidasi juga memeras dengan meminta sejumlah uang.
Ketua FORJUBIR Julkifly Polutu menjelaskan, jika tindakan oknum mengatasnamakan wartawan yang melakukan pemerasan dan intimidasi sangat bertentangan dengan Undang-Undang Pokok Pers Nomor 40 Tahun 1999 dan Kode Etik Jurnalistik.
“Tindakan pemerasan adalah pelanggaran Undang-Undang Pokok Pers Pasal 7 dan Kode Etik Jurnalistik pada Pasal 6. Itu apabila dilihat dari sisi kerja jurnalistik,” ujarnya.
Akan hal tersebut, sekertaris Forjubir Sweidy Pongoh menambahkan, agar masyarakat dan atau lembaga di pemerintahan jika mengalami peristiwa serupa segera melaporkan ke organisasi wartawan atau ke polisi.
Sweidy menduga, ada banyak kasus penyalahgunaan profesi wartawan yang tak terungkap ke media massa dan publik. Satu faktor di antaranya, bisa jadi karena orang atau pejabat publik yang diintimidasi dan diperas takut untuk melaporkan.
“Selain diĀ SKPD Pemkab Minut, kami di FORJUBIR juga mencatat, objek pemerasan sasaran oknum wartawan dan LSM ‘nakal’ yaitu tudingan penyalahgunaan dana BOS. Kedua, hukum tua dengan tudingan penyalahgunaan dana desa dan selanjutnya kontraktor dengan tudingan penyimpangan proyek seperti jalan, jembatan, dan infrastruktur lainnya. Poin-poin tersebut menjadi sasaran empuk oknum wartawan dan LSM ‘nakal’ untuk melakukan intimidasi hingga pemerasan,” katanya.
Dimana, tambah Sweidy, melihat penyalahgunaan profesi wartawan oleh oknum, baik wartawan betulan maupun wartawan gadungan hingga LSM ini, sangatlah tidak sesuai dengan kode etik jurnalistik dan melanggar aturan.
“Khusus wartawan, dengan dalih meliput dan mencari informasi, mereka malah mengintimidasi bahkan memeras narasumber untuk mendapatkan uang. Padahal, Kode Etik Jurnalistik pasal 6 menyatakan, wartawan tidak boleh menyalahgunakan profesi untuk kepentingan dan keuntungan pribadi,” ujar dia.
Dengan mengintimidasi pula, oknum wartawan itu berarti tidak menggunakan cara yang profesional dalam memperoleh informasi. Atau justru, oknum wartawan itu memang tidak berniat menjalankan tugas jurnalistik, melainkan hanya ingin meminta jatah uang kepada narasumber, katanya pula.
Padahal, ditambahkan Sweidy, lagi-lagi Kode Etik Jurnalistik, pasal 2, menyatakan wartawan menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Ini belum termasuk ketentuan pasal 1 Kode Etik Jurnalistik yang menyatakan wartawan tidak boleh beriktikad buruk. Maksudnya, wartawan tidak boleh memiliki niat secara sengaja untuk menimbulkan kerugian pihak lain.
“Kalau pun ingin meliput dan mencari informasi seputar penggunaan dana BOS, dana desa, atau pelaksanaan proyek jalan dan jembatan, hal itu harus diniatkan semata-mata untuk kepentingan publik. Publik atau masyarakat berhak tahu bagaimana pelaksanaan atau penggunaan dana-dana tersebut,” katanya.
Menurut Sweidy, seandainya memang ada indikasi penyimpangan, maka tugas wartawan adalah menyampaikan informasi tersebut kepada publik sebagai bagian dari kontrol sosial. “Cukup sampai di situ. Cukup sampai pada proses pemberitaan. Sementara ranah hukum adalah ranah kepolisian atau pihak berwenang lainnya, bukan ranah wartawan,” katanya mengingatkan.
Selain itu, dalam proses pemberitaan, ujarnya lagi, wartawan harus selalu menguji informasinya alias disiplin dalam melakukan verifikasi. “Cek dan kroscek serta melakukan konfirmasi kepada pihak yang tertuduh mutlak dijalankan untuk menjaga prinsip keberimbangan sesuai pasal 1 Kode Etik Jurnalistik,” katanya.
Karena itu, kepada seluruh masyarakat khususnya yang ada di Kabupaten Minahasa Utara, mengajak untuk tidak menjadikan profesi wartawan seolah-olah sebagai ladang uang.
“Seolah-olah dengan berbondong-bondong menjadi wartawan, maka akan mudah mendapatkan uang melalui jalan mengintimidasi dan memeras narasumber. Catat, profesi wartawan adalah profesi mulia. Sama halnya seperti polisi, dokter, guru, dosen, dan lainnya,” kata Sweidy dengan tegas.
Dia menyatakan, pengabdian terhadap kepentingan publik dengan memberi informasi dan melakukan kontrol sosial adalah tugas mulia wartawan, sehingga jangan sampai dikotori dan dicemari dengan perilaku negatif seperti mengintimidasi dan memeras narasumber.
“Jadilah wartawan yang profesional dan menjunjung tinggi kode etik jurnalistik. Lebih santunlah membangun komunikasi dengan narasumber, dan ingat, tugas wartawan sangatlah mulia,” tutupnya. (***)