Kepsek Enoch Saul: Orang Tua Siswa Merasa Terbeban, itu Tidak Menjadi Soal!
MANADO, MediaManado – Meski pemerintah sudah menjamin pendidikan sudah gratis, namun berbeda dengan yang terjadi di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 11 Manado. Pasalnya, setiap siswa yang menempuh pendidikan di sekolah tersebut, wajib membayar Rp150 Ribu untuk pembangunan fasilitas lapangan olahraga dan halaman sekolah.
Kepala sekolah Enoch Saul yang dikonfirmasi Mediamanado Kamis (14/11/2019), tak menampik jika ada pungutan tersebut. Menurutnya, bahwa hasil keputusan rapat yang menurutnya menjadi terbeban terhadap orang tua siswa itu tidak jadi soal.
“Ketika komite sudah bicarakan dengan orang tua siswa, antara ini dengan ini, bahwa itu orang tua merasa terbeban itu tidak menjadi soal. Karena waktu itu rapat, tidak banyak yang hadir, tapi yang hadir setuju. Ketika juga keputusan ini komite sodorkan, para orang tua menyambut baik,” terang kepsek yang mengaku belum lama menjabat kepala sekolah di SMP N 11.
ia pun menambahkan, pihaknya merasa lucu ketika ada orang tua yang merasa menjadi beban dengan keputusan tersebut. “Ini lucu, ketika ada orang tua menjadi beban sementara semua yang ikut rapat ada mengakui. Kenapa tiba-tiba orang tua ada yang mengeluh seperti ini, padahal di rapat berbeda,” jelas Saul seraya melempar kepada pihak komite yang berwenang memberikan keterangan sebab kebijakan tersebut adalah keputusan Komite sekolah yang diketuai oleh anggota DPRD Kota Manado Mona C. Kloer.
Sementara itu, menurut pengakuan salah satu orang tua Siswa yang namanya tidak ingin dipublikasikan, bahwa saat rapat orang tua siswa dan menghasilkan keputusan membayar uang pembangunan, tidak dihadiri oleh Mona Kloer yang adalah ketua Komite SMP N 11 Manado.
“Saat rapat tidak ada ibu Mona Kloer. Dan keputusan tersebut adalah pernyataan dari pak Kepala sekolah. Kami yang hadir malu untuk mengkomplain. Hanya beberapa saja yang setuju. Padahal untuk pembangunan sekolah dan fasilitasnya bisa diusulkan ke pemerintah dan bukan membeberkan kepada kami orang tua siswa,” jelas sumber.
Aktifis anti korupsi Jefran Herodes sangat menyayangkan kebijakan yang dilakukan oleh pihak sekolah, dalam hal ini kepala sekolah yang memungut siswa. Padahal, dijelaskan Herodes, Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan No 44 Tahun 2012 Tentang Pungutan Dan Sumbangan Biaya Pendidikan Pada Satuan Dasar, sudah sangat jelas melarang jenis pungutan apapun di setiap sekolah negeri.
“Mulai dari tingkat SD, SMP dan SLTA sederajat yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat ataupun daerah. Pemerintah menjamin pendidikan dasar tanpa pungutan, terutama untuk pendidikan SD, SMP dan SMA atau SLTA sederajat,” terangnya.
Lebih lanjut ditambahkan Herodes, bahwa aturan itu juga memuat ancaman sanksi bagi yang melanggar. Bagi yang melanggar mendapat sanksi disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan hukum pidana (penjara).
“Dalam hukum pidana secara umum mengatur bagi pihak kepala sekolah yang bersangkutan dan kepala Dinas Pendidikan setempat yang mengetahui dan tetap melakukan pungutan terhadap wali murid maka dapat dianggap menyalahgunakan jabatan, dan atas tindakan tersebut melanggar Pasal 423 KUHPidana dengan ancaman hukuman maksimal enam tahun penjara. Begitu pula jika dikaitkan dengan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang melakukan pungutan dapat diancam dengan hukuman paling singkat empat tahun dan denda paling banyak 1 miliar rupiah,” jelas Herodes yang berjanji bakal melaporkan hal ini ke aparat penegak hukum. (swp)