mediamanado.com – Permasalahan Penanganan Pertambangan Bijih Besi di Pulau Bangka Minahasa Utara mendapatkan perhatian serius dari Pemerintah Pusat, kemarin Rabu 11 Juni 2014 Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) yang berkantor di Jalan Veteran III Jakarta Pusat, mengundang Gubernur Sulawesi Utara dan Bupati Minahasa Utara mengikuti Rapat Koordinasi untuk membahas kasus Pulau Bangka tersebut.
Pimpinan Rapat Kepala UKP4 Kuntoro Mangkusubroto dalam Pengarahan awal menegaskan bahwa rapat koordinasi ini dilaksanakan karena adanya pengaduan masyarakat terhadap tambang bijih besi yang dilaksanakan oleh PT Migro Metal Perdana (PT MMP) yang ijin usaha pertambangan eksplorasinya telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung pada tanggal 24 September 2013, namun ternyata PT MMP ini tetap beroperasi, oleh karena itu perlu dicarikan solusi terbaik agar konflik yang sedang terjadi tidak lebih meluas sehingga perlu secara terstruktur menyelesaikan persoalan ini dengan mengundang Dirjen Otda Kemendagri, Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Dirjen Planologi Kementerian Kehutanan, Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan,Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, Dirjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan, Deputi Penaatan Hukum KLH, Kabareskrim Mabes Polri dan Komisioner Komnas HAM Ibu Sandra Moniaga.
Dalam rapat koordinasi tersebut Gubernur Sulawesi Utara menyampaikan bahwa potensi bijih besi di Pulau Bangka diperkirakan 40 juta ton dan estimasi produksi per tahun 14 juta ton, jika PT MMP ini beroperasi, maka hasil ini akan memberikan kontribusi ketersediaan baja secara nasional + 3,2 kg/kapita/tahun dan akan memberikan kontribusi PAD dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar+ 600 milyar pertahun serta penyerapan tenaga kerja sebanyak 4.500 orang pertahun dengan upah US $ 500/orang/perbulan, namun diakui bahwa permasalahan penambangan bijih besi ini telah menimbulkan pro dan kontra dari berbagai pihak sehinga rapat koordinasi seperti ini sangat diperlukan untuk melihat permasalahan ini dari berbagai aspek dan mencari solusi terbaik tanpa mengabaikan kepentingan masyarakat dan pemerintah.
Sementara itu Sandra Moniaga, Komisoner Komnas HAM yang mewakili para masyarakat yang tidak setuju terhadap tambang bijhi besi ini menyatakan bahwa Pemerintah daerah harus memperhatikan keadilan dengan memperhatikan dampak kehadiran PT MMP karena terindikasi terjadinya pelanggaran HAM, pelanggaran kasus pidana, tidak netralnya aparat pemerintah termasuk aparat kepolisian, penghormatan terhadap keputusan hukum dan konflk horizontal yang terjadi sebagi akibat kehadiran PT MMP ini.
Sedangkan Dirjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menyampaikan bahwa haruslah memperhatikan perundang-undangan tentang pemanfaatan pulau-pulau kecil dan jika ada penambangan harus menjamin aspek lingkungan dan social budaya serta memperhatikan teknologi yang digunakan agar tidak merusak lingkungan, Kementerian Kelauatan dan Perikanan juga telah melakukan penelitian terhadap permasalahan tersebut dan pada saat ini telah menunjuk beberapa orang akademisi ahli perikanan dan kelautan untuk melakukan penelitian lanjutan terkait dampak penambangan bijih besi terhadap ekologi dan terumbu karang di pulau Bangka.
Lebih lanjut Kabareskrim Mabes Polri mengingatkan semua pihak agar memperhatikan betul peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk dipatuhi jangan sampai terjadi penyimpangan karena akibatnya akan berurusan dengan aparat penegak hukum.
Dalam rapat tersebut disimpulkan beberapa hal antara lain: bahwa operasional PT MMP harus dihentikan sementara, perlu ditekankan kepada masyarakat untuk menghindari konflik sosial, perlu dibentuk tim secara terpadu di pusatdan Gubernur Sulawesdi Utara mengundang Tim Pusat yang dbentuk agar turun dan melihat secara obyektif kondisi di lapangan dan memperhatikan masukan-masukan dari berbagai pihak baik yang pro maupun yang kontra agar keputusan yang diambil benar-benar mampu memberikan rasa keadilan bagi semua pihak.