Tenggat pembicaraan damai antara Israel dan Palestina yang ditetapkan Amerika Serikat telah berakhir tanpa kesepakatan. Pembicaraan damai itu dimulai pada juli setelah terhenti sekitar satu tahun.
Putaran terakhir dilakukan pada pekan lalu setelah faksi utama Palestina mengumumkan sebuah pakta politik. Menteri Luar Negeri AS John Kerry, sebagai penengah, membantah telah menyampaikan sebuah pernyataan yang menyebut Israel sebagai “sebuah negara apartheid”.
Pada Senin (28/04), dalam pernyataan di pertemuan tertutup, dia memperingatkan bahwa Israel berisiko menjadi “sebuah negara apartheid” jika solusi dua negara tidak dapat dicapai secepatnya.
“Solusi dua negara jelas merupakan satu-satunya alternatif yang nyata,” kata Kerry, dalam pernyataan yang dimuat dalam KlikDaily Beast, yang mempublikasikan komentarnya.
“Karena sebuah negara kesatuan akan menjadi sebuah negara apartheid dengan warga negara kelas dua, atau berakhir menjadi sebuah negara yang menghancurkan kapasitas Israel untuk menjadi negara Yahudi.”
Tetapi dalam pernyataan yang disampaikan pada Selasa (29/04), dia mengatakan: “Saya tidak percaya, atau pernah mengatakannya, di hadapan publik ataupun privat, bahwa Israel merupakan sebuah negara apartheid atau akan menjadi salah satunya.”
Keraguan
Editor bidang Timur Tengah BBC, Jeremy Bowen, mengatakan kegagalan pembicaraan tersebut disebabkan adanya keraguan atas pencapaian solusi dua negara.
Pembicaraan Israel-Palestina telah mengalami masalah setelah berulang kali terjadi ketidaksepakatan mengenai pembangunan permukiman dan pembebasan tahanan.
Israel Klikmenangguhkan perundingansetelah dua faksi utama Palestina, Fatah yang sekuler dan Hamas yang Islamis, menandatangani kesepakatan bersama pada Rabu (23/04) lalu. Israel mengatakan akan menolak semua kesepakatan yang melibatkan pihak manapun yang menjadikan Hamas sebagia mitra.